design by rofieq error. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Post Icon

administrasi

Administrasi

berasal dari bahasa Latin: Ad = intensif dan ministrare = melayani,membantu, memenuhi. Administrasi merujuk pada kegiatan atau usaha untuk membantu,melayani, mengarahkan, atau mengatur semua kegiatan di dalam mencapai suatu tujuan.
•Administrasi dalam pengertian yang sempit adalah suatu pekerjaan tata usahadalam kantor
•Administrasi dalam pengertian yang luas adalah seluruh proses kerja sama orangatau lebih dalam mencapai tujuan bersama

Proses
adalah rangkaian perbuatan manusia yang mengandung maksud tertentu yang memang dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan itu. Disini termasuk pula segenapaktivitas yang terjadi sebagai akibat perbuatan itu.

Perbuatan
adalah suatu kegiatan manusia yang mengandung maksud tertentu berupatindakan dan pemikiran.

Prosedur
adalah suatu rangkaian metode yang telah menjadi pola tetap dalam melakukansesuatu pekerjaan yang merupakan suatu kebulatan.Suatu rangkaian prosedur yang telah merupakan suatu kebetulan untuk melaksanakanfungsi disebut
sistemMetode
adalah cara yang telah menjadi pasti ketepatannya dan merupakan pola dalammekukan suatu pekerjaan. Apabila metode merupakan kamahiran dari seseorang yangsudah tergolong ahli, ini disebut
teknik

APA HUBUNGAN ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN???
hubungan administrasi dan manajemen adalah
1.dalam penerapan adminstrasi dan manajemen tidak dapat dipisahkan hanyakegiatannya yang dapat dibedakan
2.adminmistrasi bersifat konsep menentukan tujuan dan kebijaksanaan umumsecara menyeluruh sedangkan manajemen sebagai subkonsep yang bertugasmelaksanakan semua kegiatan untuk mencapai tujuan dan kebijaksanaan yangsudah tertentu pada tingkat administrasi
3.administrasi lebih luas dari pada manajemen karena manajemen sebagai salahsatu unsurt dan merupakan inti dari administrasi sebagai pelaksana yang bersifar operasional melainkan mengatur tindakan -tindakan pelaksanaan olehsekelompok orang yang disebut "bawahan" jadi dengan manajemen administrasiakan mencapai tujuannya

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Post Icon

Budaya Organisasi

BAB II

Secara etimologis (asal usul kata), budaya organisasi terdiri dari dua kata : budaya dan organisasi. Organisasi merupakan suatu sistem yang mapan dari sekumpulan orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui suatu jenjang kepangkatan dan pembagian. Pengertian budaya adalah suatu set nilai, penuntun kepercayaan akan suatu hal, pengertian dan cara berpikir yang dipertemukan oleh para anggota organisasi dan  diterima oleh anggota baru.
Secara Terminologi budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif, bukan seperti kepuasan kerja yang lebih bersifat evaluatif.
Penelitian mengenai budaya organisasi berupaya mengukur bagaimana karyawan memandang organisasi mereka:

  • Apakah mendorong kerja tim?
  • Apakah menghargai inovasi?
  • Apakah menekan inisiatif?
Sebaliknya, kepuasan kerja berusaha mengukur respons afektif terhadap lingkungan kerja, seperti bagaimana karyawan merasakan ekspektasi organisasi, praktik-praktik imbalan, dan sebagainya.

  1. B.      SUMBER-SUMBER BUDAYA ORGANISASI
Menurut Tosi, Rizzo, Carrol seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:264), budaya organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1.  Pengaruh umum dari luar yang luas
Mencakup faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan atau hanya sedikit dapat dikendalikan oleh organisasi.

2.  Pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat
Keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai yang dominan dari masyarakat luas misalnya kesopansantunan dan kebersihan.
3. Faktor-faktor yang spesifik dari organisasi
Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam mengatasi baik masalah eksternal maupun internal organisasi akan mendapatkan penyelesaian-penyelesaian yang berhasil. Keberhasilan mengatasi berbagai masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi
  1. C.       Asal muasal budaya organisasi 
Secara tradisional, pendiri organisasi memiliki pengaruh besar terhadap budaya awal organisasi tersebut. Pendiri organisasi tidak memiliki kendala karena kebiasaan atau ideologi sebelumnya. Ukuran kecil yang biasanya mencirikan organisasi baru lebih jauh memudahkan pendiri memaksakan visi mereka pada seluruh anggota organisasi. Proses penyiptaan budaya terjadi dalam tiga cara. Pertama, pendiri hanya merekrut dan mempertahankan karyawan yang sepikiran dan seperasaan dengan mereka. Kedua, pendiri melakukan indoktrinasi dan menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya kepada karyawan. Terakhir, perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri dan, dengan demikian, menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi pendiri tersebut. Apabila organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang sebagai faktor penentu utama keberhasilan itu. Di titik ini, seluruh kepribadian para pendiri jadi melekat dalam budaya organisasi.

  1. D.      Karakteristik budaya organisasi
Penelitian menunjukkan bahwa ada tujuh karakteristik utama yang, secara keseluruhan, merupakan hakikat budaya organisasi.
  • Inovasi dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko.
  • Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, d perhatian pada hal-hal detail.
  • Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
  • Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
  • Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim ketimbang pada indvidu-individu.
  • Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
  • Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
  • Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik. Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996 : 289)


  1. E.        Nilai dominan dan subbudaya organisasi
Budaya organisasi mewakili sebuah persepsi yang sama dari para anggota organisasi atau dengan kata lain, budaya adalah sebuah sistem makna bersama. Karena itu, harapan yang dibangun dari sini adalah bahwa individu-individu yang memiliki latar belakang yang berbeda atau berada di tingkatan yang tidak sama dalam organisasi akan memahami budaya organisasi dengan pengertian yang serupa.
Sebagian besar organisasi memiliki budaya dominan dan banyak subbudaya. Sebuah budaya dominan mengungkapkan nilai-nilai inti yang dimiliki bersama oleh mayoritas anggota organisasi. Ketika berbicara tentang budaya sebuah organisasi, hal tersebut merujuk pada budaya dominannya, jadi inilah pandangan makro terhadap budaya yang memberikan kepribadian tersendiri dalam organisasi. Subbudaya cenderung berkembang di dalam organisasi besar untuk merefleksikan masalah, situasi, atau pengalaman yang sama yang dihadapi para anggota.  Subbudaya mencakup nilai-nilai inti dari budaya dominan ditambah nilai-nilai tambahan yang unik.
Jika organisasi tidak memiliki budaya dominan dan hanya tersusun atas banyak subbudaya, nilai budaya organisasi sebagai sebuah variabel independen akan berkurang secara signifikan karena tidak akan ada keseragaman penafsiran mengenai apa yang merupakan perilaku semestinya dan perilaku yang tidak semestinya. Aspek makna bersama dari budaya inilah yang menjadikannya sebagai alat potensial untuk menuntun dan membentuk perilaku. Itulah yang memungkinkan seseorang untuk mengatakan, misalnya, bahwa budaya Microsoft menghargai keagresifan dan pengambilan risiko dan selanjutnya menggunakan informasi tersebut untuk lebih memahami perilaku dari para eksekutif dan karyawan Microsoft.  Tetapi, kenyataan yang tidak dapat diabaikan adalah banyak organisasi juga memiliki berbagai subbudaya yang bisa memengaruhi perilaku anggotanya.
Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi.
Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan atau organisasi.
Ada tiga hal yang terkait dengan nilai-nilai budaya ini yaitu :
  1. Simbol-simbol, slogan atau yang lainnya yang kelihatan kasat mata (jelas)
  2. Sikap, tindak laku, gerak gerik yang muncul akibat slogan, moto tersebut
  3. Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi kerangka acuan dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat).

  1. F.     Fungsi-fungsi budaya
Budaya memiliki sejumlah fungsi dalam organisasi yakni :
  1. 1.      Batas
Budaya berperan sebagai penentu batas-batas; `rtinya, budaya menciptakan perbedaan atau yang membuat unik suatu organisasi dan membedakannya dengan organisasi lainnya. \

  1. 2.      Identitas
Budaya memuat rasa identitas suatu organisasi.
  1. 3.      Komitmen
Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan individu.
  1. Stabilitas
Budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya adalah perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawan.
  1. Pembentuk sikap dan perilaku
Budaya bertindak sebagai mekanisme alasan yang masuk akal (sense-making) serta kendali yang menuntun dan membentuk sikap dan perilaku karyawan. Fungsi terakhir inilah yang paling menarik. Sebagaimana dijelaskan oleh kutipan berikut, budaya mendefinisikan aturan main:





“Dalam definisinya, bersifat samar, tanmaujud, implisit, dan begitu adanya. Tetapi, setiap organisasi mengembangkan sekmpulan inti yang berisi asumsi, pemahaman, dan aturan-aturan implisit yang mengatur perilaku sehari-hari di tempat kerja... Hingga para pendatang baru mempelajari aturan, mereka tidak diterima sebagai anggota penuh organisasi. Pelanggaran aturan oleh pihak eksekutif tinggi atau karyawan lini depan membuat publik luas tidak senang dan memberi mereka hukuman yang berat. Ketaatan pada aturan menjadi basis utama bagi pemberian imbalan dan mobilitas ke atas. “

  1. 6.      Budaya sebagai beban
Hambatan untuk perubahan
Budaya menjadi kendala manakala nilai-nilai yang dimiliki bersama tidak sejalan dengan nilai-nilai yang dapat meningkatkan efektivitas organisasi. Hal ini paling mungkin terjadi bila lingkungan sebuah organisasi bersifat dinamis
  • Hambatan bagi keragaman. Merekrut karyawan baru yang, karena faktor ras, usia, jenis kelamin, ketidakmampuan, atau perbedaan-perbedaan lain, tidak sama dengan mayoritas anggota organisasi lain akan menciptakan sebuah paradoks.
  • Hambatan bagi akuisisi dan merger. Secara historis, faktor kunci yang diperhatikan manajemen ketika membuat keputusan akuisisi atau merger terkait dengan isu keuntungan finansial atau sinergi produk.  Belakangan ini, kesesuaian budaya juga menjadi fokus utama.
  1. 7.      Menciptakan budaya organisasi yang etis
Isu dan kekuatan suatu budaya memengaruhi suasana etis sebuah organisasi dan perilaku etis para anggotanya. Budaya sebuah organisasi yang punya kemungkinan paling besar untuk membentuk standar dan etika tinggi adalah budaya yang tinggi toleransinya terhadap risiko tinggi, rendah, sampai sedang dalam hal keagresifan, dan fokus pada sarana selain juga hasil. Manajemen dapat melakukan beberapa hal dalam menciptakan budaya yang lebih etis.
  1. G.     Tipologi Budaya
Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996 :290-291), ada empat tipe budaya organisasi :

1. Akademi
Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi mereka pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi yang khusus. Perusahaan lebih menyukai karyawan yang lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah.
2. Klub
Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem organisasi. Perusahaan juga menyukai karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerjasama tim.
3. Tim Bisbol
Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, perusahaan juga berorientasi pada hasil yang dicapai oleh karyawan, perusahaan juga lebih menyukai karyawan yang agresif. Perusahaan cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman, perusahaan juga menawarkan insentif finansial yang sangat besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi.

4. Benteng
Perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik. Menurut Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat dengan rapi dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena merek memiliki suatu paduan budaya atau karena perusahaan berada dalam masa peralihan.
  1. SOSIALISASI BUDAYA ORGANISASI 
Definisi Sosialisasi 
Budaya organisasi yang homogen dapat diciptakan melalui kegiatan sosialisasi budaya organisasi. Dalam hal ini perusahaan melakukan tindakan manipulasi budaya/persepsi. Hal-hal yang dianggap membawa pengaruh buruk pada anggota akan diarahkan agar memberi pengaruh baik, sehingga tindakan ini diharapkan dapat menciptakan kondisi yang paling ideal yang harus dilakukan seluruh anggota.

Sosialisasi dapat diartikan sebagai proses di mana individu ditransformasikan pihak luar untuk berpartisipasi sebagai anggota organisasi yang efektif (Greenberg, 1995). Gibson (1994) memandang sosialisasi sebagai suatu aktivitas yang dilakukan oleh organisasi untuk mengintegrasikan tujuan organisasional maupun individual. Dalam pengertian ini terdapat dua kepentingan yaitu kepentingan organisasional dan kepentingan individual. Dengan kata lain, di dalam prosesnya, sosialisasi akan berhasil bila ada partisipasi karyawan selain adanya dukungan organisasi yang bersangkutan.

Sosialisasi mencakup kegiatan di mana anggota mempelajari seluk beluk organisasi serta bagaimana mereka harus berinteraksi dan berkomunikasi antaranggota organisasi untuk menjalankan seluruh aktivitas organisasi. Umumnya, sosialisasi menyangkut dua masalah yaitu masalah makro dan masalah mikro. Masalah makro berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi karyawan, sedangkan masalah mikro lebih menyangkut pada kebijakan, struktur dan budaya organisasi.

Keberhasilan proses sosialisasi budaya tergantung pada dua hal utama (Susanto, 1997), yakni:
1) derajat keberhasilan mencapai kesesuaian nilai-nilai yang dimiliki karyawan baru dengan organisasi,
2) metode sosialisasi yang dipilih manajemen puncak dalam mengimplementasikan budayanya. Oleh sebab itu organisasi harus mampu mengajak anggotanya, terutama anggota baru, untuk menyesuaiakan dengan budaya organisasi yang menjadi pedoman pencapaian kinerja yang baik.

Di samping itu, organisasi (dibantu oleh manajemen puncak) juga harus mampu melaksanakan kegiatan sosialisasi budaya pada sumber daya manusianya, agar hasil proses sosialisasi memberi dampak positif pada produktivitas, komitmen, serta turnover sumber daya manusia tersebut. Pada akhirnya implemetasi sosialisasi budaya organisasi akan mendukung dan mendorong sumber daya manusia untuk mencapai sasaran yang diinginkan.

Tujuan dan Manfaat Sosialisasi Budaya Organisasi
 
Tujuan sosialisasi budaya organisasi adalah:

1) membentuk suatu sikap dasar, kebiasaan dan nilai-nilai yang dapat memupuk kerja sama, integritas, dan komunikasi dalam organisasi,
2) memperkenalkan budaya organisasi pada anggota,
3) meningkatkan komitmen dan daya inovasi anggota.

Sosialisasi budaya[1] selain bermanfaat bagi anggota tentu saja juga membawa manfaat pada organisasi. Bagi anggota sosialisasi budaya memberikan gambaran yang jelas mengenai organisasi yang dimasukinya, sehingga anggota baru terbantu dalam membuat keputusan yang tepat, sesuai dengan situasi yang dihadapi. Selain itu, sosialisasi budaya juga memudahkan anggota dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, pekerjaan, dan anggota lain intraorganisasi. sehingga menumbuhkan komitmen karyawan yang pada akhirnya diharapkan meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan.

Bagi organisasi, sosialisasi budaya bermanfaat sebagai alat komunikasi untuk semua hal yang berhubungan dengan aktivitas dan budaya organisasi sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan anggota untuk memahami segala sesuatu mengenai organisasi. Proses sosialisasi dapat dilakukan dalam proses perekrutan karyawan yang sesuai dengan organisasi dan yang mempunyai potensi besar untuk lebih berkembang. Pemilihan karyawan yang sesuai dengan budaya organisasi akan memperkuat budaya organisasi yang telah ada.




Proses Sosialisasi Budaya Organisasi
 
Proses sosialisasi budaya khususnya ditujukan bagi calon karyawan baru yang akan bergabung dengan perusahaan dan / atau anggota yang baru saja diterima menjadi anggota, karena mereka belum mengenal budaya organisasi secara komprehensif. Luthan (1995) menjelaskan bahwa proses sosialisasi budaya organisasi dapat dilakukan melalui tahap-tahap berikut ini:

1) Seleksi calon karyawan perusahaan; sejak awal pemilihan calon karyawan, organisasi dapat mempertimbangkan berbagai kemungkinan apakah calon karyawan tertentu akan dapat menerima kultur yang ada atau justru akan merusak kultur yang telah terbangun,

2) Penempatan karyawan pada suatu pekerjaan tertentu, dengan tujuan menciptakan kohesivitas di antara karyawan,

3) Pendalaman bidang pekerjaan; tahap ini dimaksudkan agar seseorang anggota semakin mengenal dengan baik dan menyatu dengan bidang tugasnya serta memahami apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing,

4) Penilaian kinerja dan pemberian penghargaan, dimaksudkan agar karyawan dapat melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan ketentuan organisasi sebagai salah satu norma budaya serta dapat lebih intensif menerapkannya di masa datang,

5) Menanamkan kesetiaan pada nilai-nilai luhur yang dimiliki organisasi,

6) Memperluas cerita dan berita tentang berbagai hal berkaitan dengan budaya organisasi, misalnya cerita tentang pemutusan hubungan kerja kepada seseorang karyawan karena menyalahgunakan kekuasaan/wewenang untuk kepentingan pribadi meskipun karyawan tersebut sangat potensial. Hal tersebut menekankan betapa pentingnya moral bagi setiap karyawan, dan nilai moral ini tidak dapat ditebus hanya dengan potensi yang dimiliki,

7) Pengakuan atas kinerja dan promosi, diberikan kepada karyawan yang mampu melaksanakan tugas, kewajiban, dan tanggung jawabnya dengan baik serta dapat menjadi teladan karyawan lain, khususnya karyawan yang baru bergabung.

Untuk dapat memberikan pengakuan, organisasi harus memiliki kriteria/ukuran baku yang dapat diterapkan secara konsisten serta dapat diikuti dengan transparan oleh karyawan lain.





BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Perbedaan tradisi, budaya dan berbagai perilaku subkultur tertentu dalam kelompok masyarakat dapat dijadikan alat perekat membangun kebersamaan (togetherness) untuk tujuan dan tercapainya kepentingan bersama atas dasarsaling peduli, saling menghormati dan saling mempercayai sesama anak bangsa. Tercapainya tujuan organisasi tergantung pada adanya kesesuaian antara individu sebagai anggota organisasi dengan budaya organisasinya. Sosialisasi merupakan salah satu strategi yang dapat dilaksanakan untuk memberikan pemahaman nilai-nilai budaya organisasi kepada anggota yang dapat mendukung tercapainya tujuan individu dan tujuan organisasi.
Proses sosialisasi yang dilakukan perusahaan dimaksudkan untuk meningkatkan prnduktivitas dan kinerja serta meningkatkan komitmen anggota. Ketika tingkat komitmen karyawan tinggi secara otomatis tingkat turnover karyawan rendah. Namun hal yang tidak boleh dilupakan adalah keberhasilan proses sosialisasi budaya sangat bergantung pada derajat keberhasilan dalam mencapai kesesuaian dengan budaya organisasi, ketepatan metode sosialisasi yang dipilih dan dipakai, serta peran pemimpin dalam mengarahkan dan mendorong pemahaman, pengakuan, dan pencapaian kesesuaian budaya organisasi dengan individu (anggota) baru






Daftar Pustaka 

Moeljono, Dr. Djokosantoso. 2005. Cultured Budaya Organisasi. Jakarta. PT. Elex Media Komputindo
Ndaraha, Taliziduhu. 1997. Budaya Organisasi.  Jakarta. PT. Rineka Cipta
Umar, Husein. 1998. Riset SDM Dalam Organisasi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama






[1] Talizuhu Ndraha, Budaya Organisasi, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1997) hlm 81

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Post Icon

Nyanyian Sosialis

Ini seperti sebuah perjalanan yang sia-sia
Tanah yang kupijak dikuasi keserakahan
Satu demi satu..
Bapak Ibukuku mati di aniaya
anak-anak darah dagingku mati kelaparan
kenyataan ini membuatku pahit dengan kehidupan

Aku lelah..

Tapi biarlah,
manusia-manusia berdasi itu serakah
mereka itu penghianat
tetapi kita tidak seperti mereka.

Kita akan tetap bertahan dengan..CINTA KASIH

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Post Icon

Mereka Bukanlah Beban

akhir-akhir ini saya banyak memperhatikan anak-anak kecil di jalanan, sungguh miris memank. para pesulap, pelawak , badut dan copet yang duduk di singgasana penguasa negeri kita berlomba-lomba meliput Belut, Komodo, WC, Kursi, Kolor, Kancut, Sarung, Bentuk Liuk Para Artis Abal-abal. sedangkan ratusan ribu anak anak yang jadi Gembel di lupakan.

mereka sibuk adu argumen di kursi seharga 24juta seolah bisa mengatasi segala permasalahan dengan duduk di kursi mahal itu. Sedangkan jika mereka keluar 100 meter dari tempat sarang penyamun mereka, terlihat Kenyataan yang Indah di mana anak2 berjalan di sana tampa masa depan.

Anak siapakah mereka ini?

Si Buta dan Tuli yang buang air di kamar mandi seharga 100 rumah orang miskin ini seolah-olah benar benar Buta dan Tuli. mereka menikmati berjalan di atas karpet seharga 5jt per meter itu, mengadakan rapat untuk membuang uang miliaran rupiah, sedangkan anak anak gembel Indonesia, melihat 1 juta saja belum pernah

Paradox dan Diskonek antara jurnalis dan para pemimpin Indonesia, jelas2 terlihat.
Dimana para pemimpin ini berFOYA-FOYA, sedangkan 100 meter dar Gedung Rampok Indonesia ini, terlihat secara VIVID, kemiskinan dan kesengsaraan Anak Anak Indonesia.

negeri ini benar-benar penuh dengan orang munafik, penuh dengan perampok, penjilat, dan pelawak.

yang terhormat Para Ulama MUNAFIK Indonesia,
yang terhormat President Rampok Indonesia,
yang terhormat para Menteri yang penuh senyum dan kesederhanaan Munafik nya,
yang terhormat Kepala Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia yang Penuh Arogansi,
yang terhormat a Polisi dan TNI yang seharusnya tidak tidur2an saja dan menjadi Kacung para Koruptor Indonesia.

tolong hentikan penghancuran bangsa yang sedang kalian lakukan. kembalilah kedunia nyata, pijakkan kaki kalian ke tanah. jangan urusi hal-hal yang tidak berguna. lihatlah hal-hal yang nyata, kalo tida bisa melihat jauh, buka saja jendelamu dan lihatlah anak-anak gembel yang mengais rezeki itu, dan tolonglah mereka.

melihat kekekacauan yang kalian timbulkan saya teringat dengan negara meksiko, karena semua ini bisa disebut  INSTITUSIONAL COVER UP TERBESAR di Dunia. meksiko dengan kita punya kesamaan, sebuah negara yang penuh KEMUNAFIKAN. Mulai dari Ulama, President, DPR, Gubernur Jendral, sampai ke RT nya. 

Jika membandingkan Indonesia dan Mexico adalah sama mulai dari Drug dealer, Kartel, Ulama, Rampok Polisi, Korup Tentara nya, sampai kehidupan disana menjadi sangat menyedihkan, anak anak gembel menjadi BEBAN, bukan Berkah lagi.

Manusia macam apa, mengatakan anak anak itu adalah BEBAN?
Setan dan Dedemit saja ingin memiliki anak anak.

Kita Bangsa Indonesia seharusnya BANGUN dari KEMUNAFIKAN jangan Berlindung di Balik DOGMA, dan AGAMA, atau Partai Politik Sampah dan come together untuk Mentackle Gembel dan anak anak terlantar ini.

Sekali lagi Ini bukan soal UANG,
Kita KRISIS Hati Yang Bersih dan JUJUR.
Kita KRISIS KERJA NYATA, BUKAN DOGMA SAJA.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Post Icon

Tak Selamanya Yang Terlihat Jelek Itu Buruk

"Jangan tanya kami tentang harta, kami tidak punya. tanyalah kepada kami tentang arti kehidupan, maka kami akan menjawabnya. dan ingatlah selalu, bahwa yang terlihat jelek itu tidak selamanya buruk."

Tidak selalu hitam itu hitam. Dan putih itu suci.

orang selalu mengidentikkan bahwa seorang gembel itu kotor, bodoh, sampah masyarakat yang perlu di bersihkan. kita mengistilahkan para gembel ini sebagai masyarakat kasta bawah, orang pinggiran. yang tidak layak mendapatkan tempat di ruang tengah.

Semua istilah, hanya kosa kata manusia. Yang terbatas. Yang memihak. Yang sewenang-wenang. Ferdinand de Saussure menyebutnya arbitrer. Tidak ada hubungan logis apalagi netral antara istilah dengan yang diberi istilah. Tindakan memberi istilah itu adalah tindakan sewenang-wenang. Maka mendaratlah sejumlah kepentingan. Mulai dari ambisi, ideologi, politik dan sebagainya. Dengan kata lain, penyebutan istilah gembel, orang pinggiran, masyarakat menengah kebawah, dll adalah klaim. Klaim dari penguasa (masayarakat kelas atas). Penguasa kebenaran di medan sosial. Penyebuatan istilah gelandangan, pemulung, juga sebuah klaim. Klaim bahwa itu adalah pekerjaan yang hina.

Dan klaim itu adalah hegemoni. Perang kekuasaan dibidang tanda-tanda. Perang image. Perang Branding. Dan sekali perang itu dimenangkan, maka sebuah istilah akan menancap kuat dalam alam bawah sadar sosial. Sehingga istilah lain akan sulit menembusnya. Itu sebabnya, untuk membangun paradigma baru di gelanggang sosial, sangat tidak mudah. Karena virus branding dari sebuah istilah sudah mengakar begitu kuat di alam bawah sadar penganutnya. Foucault menyebutnya itu lapisan geologis. Lapisan bebatuan kesadaran. Kesadaran yang sudah membatu. Dan untuk mengubahnya tidak bisa dielus. Tapi harus dengan martir. Harus dibombardir. Dan itulah dekonstruksi.

maka dari itu, harus ada seseorang atau golongan yang mengatas-namakan kaum yang di sebut oleh masyarakat sebagai kaum pinggiran untuk melakukan dekontruksi sosial. harus ada yang mewakili para gembel ini untuk bicara. bahwa gembel tak selamanya hina. gembel hina karena kita memandangnya dari sudut pandang materi, dari sudut pandang harta.

cobalah kita melihat seorang gembel dari sisi kehidupan sosialnya. akan banyak pelajaran yang kita dapat darinya. bahkan kalau perlu, untuk menjadi wakil rakyat harus magang dulu menjadi seorang gembel agar panca inderanya menjadi peka.

sekali lagi, tak selalu hitam itu hitam dan putih itu suci..
tak selamanya yang terlihat jelek itu buruk..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Post Icon

LDF

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS